Rumahku (,) sedih



Rumah adalah tempat yang tak ingin kutinggal lama. Aku tak sanggup berpisah lama dari rumah beserta orang yang tinggal di dalamnya bersama-sama denganku. Segala hal yang ingin kurindu adalah situasi dalam rumah. Segala hal yang ini kuceritakan kelak kepada anak cucuku adalah juga situasi dalam rumahku ini.

Rumah adalah tempat aku menyadari betapa ibuku begitu tegas dalam mendidik aku dan saudaraku. Dengan kata lain, aku mengenal saudara-saudaraku, ibuku dan ayahku di rumah yang kurindukan ini. Tempat bermain yang pertama kutemui ketika kecil dulu adalah juga rumahku.

Rumahku adalah tempat di mana aku memulai angan dan cita-cita ku. Kuletakkan setiap harapan sejak kecil di setiap sudut rumah. Berharap kelak pulang dari perantauan tempat tujuan ku yang pertama adalah rumah itu. Kemudian bertemu ayah, ibu dan saudaraku. Berharap kelak ketika sudah dewasa dan memiliki keluarga cabang sederhana masih bisa berkumpul di dalam rumah sederhana namun penuh kenyamanan dan kedamaian itu.

Merantau. Usia yang mengharuskan aku berpisah sejenak dengan rumah yang tak ingin kutinggal lama, beserta orang-orang yang kusayang. Ku tak ingin meninggalkan rumah itu, tapi aku harus menempuh pendidikan, bekerja, menikah dan memiliki keluarga cabang sederhana di luar rumah. Apalagi karna aku seorang gadis.

Diperantauan. Aku butuh libur yang mengijinkan aku untuk pulang ke rumah dan singgah untuk waktu yang lama bersama keluarga yang kurindukan. Kuingin seperti dulu. Kurindu hal-hal kecil yang kupelajari dari mereka. Kurindu setiap kasih sayang yang kudapati di rumah itu, juga perlindungan besar terhadap diriku.

Kembali ke rumah. Aku bingung. Dimana situasi yang dulu pernah ada? Kemana perginya perlindungan dan pengajaran yang dulu kudapati di rumah ini? Dimana ibu yang membacakan dongeng untukku, ayah yang memangkuku dalam pangkuannnya, saudara-saudaraku yang mengajakku belajar dan bermain bersama?
Aku takut. Jangan pergi! Ayah, aku tak ingin dipangku lagi. Aku sudah besar sekarang. Tapi aku ingin duduk di sampingmu. Boleh? Ibu, tak perlu membacakanku dongeng lagi. Aku bukan anak-anak lagi. Tapi bolehkah kita bercerita sambil mengingatmasa lalu yang indah yang pernah terjadi pada kita? Abang, tak perlu harus bermain seperti dulu, aku sudah tak menginginkan permainan itu. Bagaimana kalau kita mencoba hal baru. Bercanda bersama. Aku ingin mencobanya denganmu.

Pupus harapan. Ayah, ibu, aku suka karna aku sudah semakin dewasa sekarang. Itu artinya aku semakin bisa diandalkan untuk membantumu. Tapi aku benci kenyataan yang membuat kalian semakin tua, tak berdaya, kemudian pergi meninggalkan senyum ke tempat yang juga akan kutemui kelak, ntah kapan. Aku terlalu banyak bermimpi di masa kecil, berharap kelak kita menua bersama. Aku baru sadar, mimpi dan harapanku itu konyol.

Aku rindu. Rumah itu kini jadi asing bagiku. Aku tak nyaman. Tak ada ayah ibu yang menyambut kepulanganku. Saudara juga sudah sibuk dengan segala urusannya di tempatnya masing-masing. Aku tak tau, siapa yang ingin kutemui di rumah itu ketika liburku datang. Aku rindu situasi kecil nan bahagia dimasa itu.

Rumahku sedih. Sebentar lagi. Ya sebentar lagi, aku akan pergi juga ke tempat aku memulai hidup baruku yang dewasa. Aku juga akan meninggalkanmu, pada akhirnya. Aku tak berani bermimpi lagi, akankah aku kembali padamu dan mengingat kembali memori yang pernah ada? Atau aku tak lagi mengunjungimu dan bersedih karna harus merindumu, juga memori yang kau berikan.

Harapan terakhir. Abang, aku ingin menjadi adik kecilmu seperti dulu. Kali ini tak apa kau memikirkanku dan menjagaku seolah aku masih kecil tak berdaya. Kali ini aku ingin menunjukkan sikap manjaku hanya padamu. Karna hanya padamu aku bisa begini. Aku rindu situasi ini. Aku rindu.
~~~



Ceria, 16 tahun.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sisi Lain Hidup

Damailah se-Damai Namamu

SURAT PENGUNDURAN DIRI-CERIA