PENGAKUAN DIRI (SINOPSIS FILM)

 

Sudah 3 hari ini aku menonton drama Cina yang berjudul “When We Were Young”. Drama ini memiliki 24 episode. Menceritakan masa remaja akhir di tahun 1996, yaitu umur 18 tahun.

Sudah 20 episode yang ku tonton dan aku belum melihat titik jenuh. Aku benar-benar sangat speechless pada setiap kalimat-kalimat yang keluar dalam dialog maupun monolog nya. Dan kupikir, di usia ku yang sudah 22 tahun ini, aku tidak menyesal baru menonton film ini. Benar-benar sangat bagus. Aku dapat pembelajarannya, kerja samanya, persahabatannya, dan masih banyak lagi.

Ada beberapa kalimat yang terngiang di kepala. Salah satu yaitu pada saat Yang Xi tak mau pulang ke rumah dan memilih bernyanyi di rumah salah satu sahabatnya yang bermarga Si Tu. Ibunya Yang Xi berkata, “baiklah. Jika kalian mau melakukan apa yang kalian suka, lakukanlah! Lakukanlah sampai kalian puas. Jika sudah melakukannya, namun kemudian kalian gagal. Jangan pernah malu untuk pulang ke rumah. Namun jika kalian sudah memutuskan untuk pulang ke rumah. Maka izinkan mama mu ini memberikan kalian beberapa nasehat.”

Benar-benar sebuah kalimat yang membuat diri ini terdiam seribu bahasa. Kemudian aku mengingat kembali pada apa yang pernah kupikirkan, “satu-satunya yang membuat keluarga lebih special dari yang lain adalah siapnya mereka untuk menerima keterpurukan kita.” Kebetulan aku hidup dalam keluarga yang siap saling menerima kesusahan masing-masing. Itu suatu yang harus disyukuri. Maksudku begini, sejak SMP aku sudah bekerja sebagai penyiar demi kesenanganku. Bukan karna orangtua tidak mampu untuk membiayai pendidikanku. Lagi pula aku punya 4 orang abang yang siap bahu-membahu untuk membantu adik-adiknya.

Saat itu, aku ingat dengan jelas, mama melarangku, abang juga melarangku. Tapi aku tidak peduli dengan larangan mereka. Jadi, walau jarak rumah dengan studio penyiaran tidak jauh bahkan bisa ditempuh dengan berjalan kaki sebentar saja, aku memilih untuk tidur, makan, dan lain lain di gedung itu. Dengan kata lain, aku tidak pulang ke rumah.

Lalu di bulan Agustus, aku mendapat kabar bahwa mama mengalami penyakit komplikasi Jantung, Paru-Paru, dan Ginjal. Aku pulang ke rumah. Dan sempat merawat mama selama 2 bulan. Lagi-lagi demi kesenanganku, setiap pulang sekolah, aku tidak langsung pulang ke rumah. Aku pergi ke beberapa rumah orang untuk mengajarkan (private) matematika, fisika, kimia, untuk anak SD-SMP. Karna pada saat itu, aku sudah SMA kelas 2.

Bulan Oktober di tanggal 26, mama meninggal. Singkatnya, selama November, Desember, Januari, Februari, aku hidup hanya berdua dengan adekku yang masih kelas 2 SMP. Abang-abangku semua sudah merantau. Aku masih mengajar les. Aku tidak pandai bercocok tanam. Jadi, uang yang kami dapat untuk makan dan keperluan sehari-hari hanya melalui les private itu.

Kupikir, kami sudah dicampakkan karna kenakalan ku. Tapi pada Maret, abang (anak pertama) datang dan memilih pindah tugas dari Jakarta ke kota terdekat dengan desaku ini. Istrinya dan anak-anaknya, tinggal bersamaku dan adikku di rumah ini. Jadi, dengan kata lain demi aku dan adikku, mereka LDM. Ahh.. kalau kalian bertanya, ayah di mana? Beliau sudah lebih dulu meninggal.

Singkat cerita, aku kuliah di PTN di kota ini. Abang (anak ke 3) yang membantu biaya pendidikanku, hingga akhirnya aku bisa kerja (sambil kuliah sejak semester 3). Lalu adikku lulus SMK, meminta untuk menganggur dulu setahun, dan kemudian kuliah di PTS di kota ini juga. Maka aku adalah orang yang akan membantunya dalam biaya, setidaknya sampai dia bisa sepertiku dulu (bekerja sambil kuliah).

2020 ini, masanya korona menyerang. Tentu saja aku sudah tidak bekerja. Sementara adikku masih kuliah walaupun daring. Tentu saja masih harus bayar uang kuliah. Tentu saja aku tidak mampu. Kau tau? Lagi-lagi abangku turun tangan untuk membantu kami.

Jadi, untuk kalimat ibunya Yang Xi yang di awal sudah kuceritakan tadi, “aku benar-benar terharu.”

Lalu kemudian, beberapa adegan yang membuatku mengangguk-angguk salut pada kehidupan remaja di film itu. Salah satunya yaitu lagi-lagi ketika Yang Xi berantam dengan ibunya. Beberapa saat setelah berantam dan menyadari kesalahan, Yang Xi langsung meminta maaf pada ibunya. Di mana letak salutnya? “aku tidak pernah melakukan itu.”

Kemudian, adegan persahabatan mereka yang selalu siap tolong-menolong. Ketika HuaBiao anak yang paling cerdas membantu Yang Xi dalam belajar. Ketika mereka membantu HuaBiao dalam masalah ekonomi. Ketika teman kecil Yang Xi (bermarga Li) sedang mengurung diri karena masalah keluarga. Ketika Humei di kurung oleh ibunya dan memaksa untuk belajar, ketika mereka menghadapi ujian demi ujian. Aku benar-benar speechless. Tak ada adegan yang membuatku merasa bosan.

Aku bukannya ingin menuliskan synopsis dari film ini. Bukan juga ingin menuliskan referensi. Kutulis ini karna di awal sudah kukatakan, “aku tidak menyesal menonton drama ini.” Lagi pula, banyak hal yang kusadari setelah menonton drama ini. Banyak hal yang kupetik juga. Banyak adegan dan percakapan yang ku jadikan pedoman juga.

Dan sebagai penutup, bagiku yang gemar menulis, cerita ini sudah cukup menarik dengan ending yang seperti itu. Script seperti itu sudah cukup membuat pikiran terbuka dan mencoba berpikir lagi. Dari aku pribadi untuk penulis script When We Were Young, sepertinya tak perlu membuat session 2.

-Ceria (18 September 2020)

{Masa kesombongan    >>>   berakhir.}

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Damailah se-Damai Namamu

Sisi Lain Hidup

SURAT PENGUNDURAN DIRI-CERIA