EGOKU TELAH PENUH_BERBICARA TENTANG KARIR

 

EGOKU TELAH PENUH _ BERBICARA TENTANG KARIR

 

Menulis adalah satu dari banyak hal yang kubisa meski tak terampil. Aku menyadari kelemahan ini sehingga aku tidak ingin menjadikan ini sebagai karir. Ya, aku hanya menjadikannya sebagai hobby. Aku tidak bisa seperti para penulis lain, yang bisa mengutarakan kemampuan berpikirnya ke dalam tulisan yang dia punya. Aku hanya salah satu dari sekian banyak orang, yang menjadikan tulisan sebagai diary panjang berdasarkan apa yang kurasakan. Lebih tepatnya, aku memikirkan dan menuangkan apa yang kurasakan dalam sebuah tulisan panjang, dibandingkan diary. Bisa semacam novel atau cerpen. Tapi, yang jelas adalah ungkapan perasaan yang dikembangkan dalam sebuah karya tulisan.

Aku tidak tau bagaimana para penulis novel, katakan saja Pidi Baiq (yang dikenal melalui novel dan film: Dilan), mengimajinasikan dan mengembangkan imajinasi nya serta mengaryakannya dalam bentuk cerita yang utuh dan sempurna seperti itu. Aku tidak tau bagaimana menjadi seorang penulis yang bisa mengaryakan satu novel setidaknya 8 bulan sampai 1 tahun. Aku bahkan tidak benar-benar punya karya yang disebut novel.

Memang benar, ada beberapa tulisan yang sudah aku tullis dan post untuk dikonsumsi sendiri atau jika ada yang mau baca, ya silahkan. Tapi semua itu hanya berupa cerpen, cerpen yang tidak begitu bermakna dan jalan ceritanya masih berantakan atau bisa jadi itu bukanlah cerpen. Ntahlah.

Semua tulisan yang pernah aku ceritakan adalah aku. Aku yang, mungkin, sedang jatuh cinta. Aku yang, mungkin, patah hati. Aku yang, mungkin, sedang butuh inspirasi. Aku yang, mungkin, seperti sekarang ini, jatuh sejatuhnya dalam berkarir. Dan tidak tau bagaimana menghadapi hidup.

Aku yang merasa telah jatuh sejatuh-jatuhnya.

Aku yang tidak tau bagaimana dan kenapa bisa sampai seperti ini. Aku yang sedang mencari letak salahnya. Aku yang sedang tidak tau mana pilihan yang benar dan mana pilihan berdasarkan ego. Aku yang benar-benar bingung sampai tidak tau apakah ini ujian atau hukuman. Aku yang ingin mencari celah. Dan aku yang ingin kembali. Ntah kembali ke mana. Ntah kembali pada situasi apa. Ntah kembali di masa apa.

Aku tau menulis adalah salah satu bentuk karir yang bagus. Tapi untuk orang yang tidak terlalu terampil seperti ku, seperti yang kukatakan sebelumnya, aku memilih menulis menjadi sebuah hobi. Bukan karir. Lalu apa yang sebenarnya kuinginkan? Mari kita mulai dari aku kuliah di Universitas dengan Fakultas Bahasa dan Seni. Jurusan Pendidikan Bahasa Asing. Program Pendidikan (Prodi) Bahasa Prancis.

Semasa sekolah, aku memilih dua untuk “hal yang diinginkan” yaitu, menjadi guru atau pengusaha. Lulus dari sekolah dan puji Tuhan, aku diterima di salah satu universitas negeri di kotaku. Sudah kujelaskan sebelumnya, prodi Bahasa Prancis. Hingga semester 4, aku masih memilih diantara guru dan pengusaha untuk dijadikan karir. Suatu masa, ada pembicaraan tentang mata pelajaran bahasa asing (diluar Inggris) akan dihapuskan dari kurikulum sekolah dan memprioritaskan bahasa Inggris sementara aku kuliah di prodi bahasa Prancis. Kurikulum 2013, dimana guru bahasa asing diganti menjadi guru mulok (muatan lokal) dibeberapa sekolah. Aku tau, saat itu masih uji coba. Aku tau, hal itu bisa jadi benar namun bisa jadi tidak. Dan saat aku menulis ini, aku sangat sadar aku tidak menyelidikinya lebih lanjut saat itu. Bahkan saat ini aku juga tidak tau apakah keputusan itu sudah valid atau masih belum.

Dengan keadaan seperti itu, kalian pasti berpikir, berarti ada satu lagi dong. "Pengusaha." Ya, membuka usaha, harusnya, adalah pilihan lain setelah menjadi guru. Tapi ternyata, tidak. Semester 6, aku mengambil matakuliah semester 8, yaitu; perbankan, secretariat, tour guide, dan perhotelan. Dan untuk pertama kalinya, aku dengan yakin, bahkan sangat yakin alias tidak ada unsur keraguan seperti saat masih SMA, yaitu memilih passion di perhotelan. Aku mencari tau semua tentang perhotelan sejak saat itu. Aku benar-benar mengikuti semua seminar yang ada di kotaku, semua seminar yang kutau tentang perhotelan. Aku mencari tau semua perhotelan dari internet, buku, atau apapun yang kupunya. Aku melakukannya sendiri. Dan aku hanya memberitau satu orang tentang keinginanku, saat itu. Benar-benar satu orang, Sir Andi Wete Polili. Aku tidak tau apakah kalian mengenalnya atau tidak. Aku juga tidak tau apakah beliau masih ingat tentang keinginanku ini atau tidak. Lagipula sudah sekian lama. Jika beliau lupa, sudah hal yang wajar. Anak didiknya juga bukan hanya aku saja.

Aku, semasa SMA, adalah orang kampung yang tidak pernah tau menau tentang perhotelan. Jangankan berpikir untuk bekerja di hotel. Mengetahui jenis-jenis department hotel saja tidak tau. Aku benar-benar buta terhadap perhotelan. Sampai aku mencari tau tentang perhotelan itu sendiri. Bisa jadi, memang, aku masih tidak tau banyak tentang perhotelan. Bisa jadi, memang, aku masih tau tentang perhotelan sangat sedikit dibandikan orang lain. Ya. Hal yang wajar, aku tidak memiliki background perhotelan sama sekali. 

2018, setelah yakin 100% untuk memulai karir di perhotelan, aku memberanikan diri untuk bertanya di forum diskusi “kaskus” tentang perhotelan kepada orang luar. Karna sejauh aku mencari tau, sebelumnya, itu semua dari majalah, buku, youtobe, atau artikel-artikel perhotelan. Namun, untuk pertama kalinya, saat itu, aku bertanya melalui PM (Private Message) kepada seorang hotelier di pulau lain. Sekedar informasi, semasa kuliah, aku sudah bekerja sambil kuliah. Saat itu aku sebagai server di salah satu restaurant terkenal di kotaku. Dan bahkan saat interview ini, aku ditanya, “apa motivasi kamu untuk bekerja di restaurant sebagai server? Sementara kamu pernah menjadi ini dan itu (sambil menyebutkan hal-hal yang ada di CV ku)”. Aku menjawab, “Saya ingin menjadi seorang hotelier. Namun saya sadar, saya masih kuliah. Saya tidak mungkin bisa jadi seorang hotelier. Saya butuh pengalaman untuk masuk ke hotel. Di samping itu, saya juga butuh menyelesaikan kuliah saya supaya ada alat untuk melamar ke hotel. Meski demikian, saya akan menjadikan ini bukan hanya sebatas uji coba dalam pekerjaan. Melainkan saya akan benar-benar menjadikan ini sebagai tangga dalam karir saya.” Itu benar-benar kukatakan dan kulakukan.

Saat itu, aku benar-benar yakin bahwa itu akan menjadi tangga untuk masuk ke hotel. Dengan kesungguhan dan ketelatenan yang kupunya, aku bekerja dan tidak butuh waktu lama untuk menjadi Guest Relation Service dari seorang server. Inilah yang menjadi kebanggaan pertamaku yang kuceritakan kepada seseorang yang kusebut tadi di forum diskusi “kaskus” melalui PM. Tapi jawaban yang kuterima adalah “Sesungguhnya perhotelan itu jauh lebih mudah daripada hanya sebuah restaurant. Meskipun jenjang karir restaurant terlihat mudah, namum jenjang karir di hotel jauh lebih cepat. Saya dari FO berkarir sampai jadi GM butuh waktu 5 tahun. Asal kamu pintar dan banyak ide, semua akan mudah di hotel. Berbeda dengan restoran di luar hotel.”

Aku mempercayai kalimat itu, meski tidak sepenuhnya. Tapi aku juga memiliki kekhawatiran karna kalimat itu, meski tidak semuanya. Aku mempercayai karir di hotel lebih cepat dibandingkan restoran biasa karna salah satu pemegang saham di restoran tempatku bekerja pernah kutanya secara langsung. Tahun 2019, untuk pertama kalinya aku menanyai pendapat seseorang terhadap pilihanku ini. Beliau berkata, “Saya memulai karir dari FO hingga GM di hotel selama 9 tahun lamanya. Saya harus mengakui, itu adalah perjalanan yang lama. Karna saya lamban. Sesungguhnya untuk bekerja di hotel itu mudah. Sedangkan orang yang lambannya seperti saya saja diberi kesempatan untuk menjadi GM meski di waktu yang lama. Semua ada prosesnya, asalkan kamu berani”. Mari kita katakan bahwa itu adalah kerendahan hatinya. Kita abaikan semua pembicaraan tadi dan hanya mengutip yang kugaris bawahi. “Berani”.

Berdasarkan kata ‘berani’ yang sudah kudengarkan dari bapak -salah satu dari pemegang saham restoran tempatku bekerja tadi- aku mengambil keputusan dan membulatkan tekadku sebulat-bulatnya untuk mengambil perhotelan setelah lulus kuliah nanti. Aku memulai dari restoran tempatku bekerja. Belajar tugas-tugas kapten dari kapten. Belajar tugas-tugas head service dari head service. Dan belajar tugas-tugas outlet manager dari outlet manager. Meski sudah jam pulang, aku meminta untuk tidak pulang. Tapi juga tidak bekerja sebagai GRS. Melainkan membantu laporan-laporan HS dan sedikit berdiskusi kepada OM. Begitu caraku untuk belajar. Hingga, pada akhirnya 2020, aku diminta untuk memimpin satu outlet fine dining yang merupakan outlet baru restoran tersebut. Tentu saja aku mau. Aku sudah memegang teguh kata “berani” di kepala dan hati ku. ‘Berani’ sudah menjadi darahku. Segala beban, kesiapan tugas dan mental, sudah siap untuk ku-emban. Semua tanggung jawab sudah siap untuk kuambil dengan segala resiko dan dampak. Semua keputusan sudah ada pada diriku. Aku berpikir, jalanku menuju hotel semakin dekat. Toh lagipula aku masih menyusun skripsi. Masih sangat banyak waktu.

Sayangnya, itu hanya berlangsung sebentar saja. Karna covid-19, aku dirumahkan. Aku dirumahkan. Sekali lagi, aku dirumahkan.

Saat itu aku masih kuliah. Lebih tepatnya semester 9. Aku punya adik perempuan yang juga masih kuliah. Kuliah swasta yang sudah pasti uang kuliahnya dua kali lipat dari uang kuliahku. Dan biaya kuliahnya, saat itu, masih dariku. Aku bukan anak orang kaya. Kami adalah perantau yatim piatu. Benar, aku punya 4 orang abang. Tiga diantaranya sudah menikah. Satu orang menyumbangkan uangnya untuk biaya makan kami bertiga selama pandemic. Dan aku mengeluarkan uang yang kupunya untuk biaya kuliah kami berdua. Artinya, uangku terbatas. Dan mau tidak mau, aku harus kembali mencari kerja dalam 4 bulan setelah dirumahkan. Jika aku tidak salah ingat, harusnya saat pandemic tersebut pemerintah memerintahkan untuk karantina mandiri selama 3 bulan. Kemudian dilanjut lagi 3 bulan kemudian. Kemudian diberi kelonggaran bisa keluar rumah asalkan berjauh-jauhan (social-distancing). Dan selama itu berlangsung, kampus masih tutup. Namun uang kuliah masih tetap berjalan. Khususnya untuk adikku. Karna aku kuliah negri, aku tidak bayar UKT di dua semester berikutnya. Ya, lebih tepatnya ada bantuan dari pemerintah kepada semua mahasiswa sejumlah yang ditetapkan. Dan uang kuliahku lebih murah dari bantuan yang ditetapkan. Dengan kata lain, aku tidak lagi membayar uang kuliah di dua semester berikutnya. Tapi tidak dengan adikku.

Akhirnya, aku memutuskan untuk mencari kerja di bulan ke-7 setelah dirumahkan. Apapun jenis pekerjaan tersebut. Demi bertahan hidup, karna uang sudah semakin menipis.

Aku mendapat pekerjaan di Desember 2020, disebuah café, sebagai barista. Aku menjadi seorang barista awam. Tidak tau apapa. Dengan upah yang tidak seberapa, dibandingkan upah ketika bekerja direstoran. Aku tidak masalah. Untuk saat ini aku butuh hidup untuk kembali bermimpi bekerja di hotel. Memang aku sudah wisuda dari kampusku. Tapi aku tidak bisa melamar ke hotel. Lagipula, hotel masih belum bisa dibuka saat itu. Maksudku, kita saja bahkan belum bisa pergi jauh. Sementara tamu hotel adalah sebagian besar berasal dari luar kota. Sehingga, kembali, demi bertahan hidup, aku bekerja di sebuah café. Tidak butuh waktu yang lama juga, aku dipercaya menjadi salah satu team leader di café itu. Bukan, aku jadi satu-satunya leader di café itu. Saat jadi leader, aku mempelajari cara mengelola café mulai dari costing, promosi, dll. Aku mulai menghitung COGS. Dan ikut andil dalam memperhitungkan paketan menu untuk promosi. Aku mengambil alih dalam perhitungan-perhitungan operasional dari bayar air, listrik, karyawan, sampai bahan-bahan. Aku juga bertanggungjawab dalam kewajiban pajak café dan restoran. Tentu saja itu membuatku semakin yakin terhadap kemampuanku.

Aku begitu yakin untuk mengambil langkah selanjutnya. Aku mulai melempar lamaran ke berbagai hotel. Dari bintang tiga hingga bintang lima. Sampai lima bulan mengantar lamaran, tidak ada yang panggil. Aku kecewa. Tapi aku berpikir mungkin karna aku kerja di café. Jadi aku mencoba kembali ke restoran. Restoran lain, maksudku. Singkat cerita aku diterima menjadi seorang captain service di salah satu restoran seafood cabang Singapore di kotaku. Tidak lama, hanya 5 bulan. Karna kegigihan untuk melamar di semua hotel dan mengantar lamaran berulang kali, aku dipanggil interview di ex-Grand Aston di kotaku. Kenapa ex? Karna sudah rebranding saat aku masuk. Tapi aku juga tidak mau untuk memberitau nama hotelnya setelah rebranding.

Tadinya aku melamar sebagai bartender. Karna aku berasal dari barista. Tapi, oleh hotel tersebut tidak boleh ada bartender wanita. Jadi mereka mengalihkan aku ke FO sebagai ‘At Your Service-Reservation’. Dalam hatiku, ya semakin bagus. Karna dua orang yang kutanya tentang perhotelan. Mereka jadi GM setelah memulai karir dari FO. 

Dan dari sinilah, mungkin, semua bermula.

Ini adalah awal mula dari, mungkin kesombongan, mungkin keangkuhan, mungkin keserakahan, mungkin ketidakpuasan, ataupun kemungkinan-kemungkinan negatif lainnya. 100% aku tau bahwa ini adalah pengalaman pertamaku bekerja di hotel. 100% aku tau ini adalah hal yang sangat kuharapkan. 100% aku tau bahwa untuk pertama kalinya aku bekerja bukan di FB department melainkan FO department. 100% aku tau bahwa aku seharusnya semakin banyak belajar. Tapi saat ini, aku juga 100% tau ketidak-hati-hatian ku. Aku kurang waspada. Aku lalai. Terlalu tinggi kesombongan yang mengatakan bahwa aku bisa melakukan apapun dengan mudah. Terlalu tinggi kesombongan yang mengatakan aku adalah seorang pemberani yang bisa melakukan apapun tanpa rasa takut sedikitpun.

Izinkan aku memulai ceritanya.

Saat aku diterima menjadi bagian dari FO. Aku ditempatkan menjadi seorang operator (At Your Service). Seminggu menjadi AYS, aku mulai mempelajari bagaimana cara buat reservasi dan lain-lain yang merupakan tugas reservasi. Tentu saja bisa. Aku mengerjakan dua hal itu secara bersamaan. Tentu saja bisa. Oh iya, aku bekerja di sini sebagai Daily Worker. Anak perhotelan pasti tau. Jadi aku tidak akan menjelaskannya.

Mari kita lanjut, sebulan setelah aku bekerja di sini, aku maju ke depan untuk belajar sebagai FDA. Statusku masih seorang AYS-Reservation. Karna aku berani, seperti yang selalu kukatan sebelumnya, aku maju dan mempelajari semua tugas FDA. Jadi aku bisa CI/CO, aku bisa buat laporan kasir, aku bisa menjelaskan regulasi hotel terhadap kamar-kamar pada saat CI, aku tau bagaimana proses CI group. Aku tau itu dalam dua bulan. Tentu saja ada beberapa kesalahan, tapi adalah kesalahan-kesalahan yang bisa diatasi tanpa melibatkan SPV apalagi FOM.

Pada kontrak keduaku sebagai DW, aku bertanya kepada FOM, “Di mana letak kekuranganku?” Jawabnya, “Kamu terlalu serakah dan tidak sabaran. Saya tau kamu pintar. Tapi FO bukanlah sekedar pintar. Ada aturan-aturan dan kegiatan-kegiatan yang membutuhkan nilai kesabaran. Kamu memang belum pernah kena marah oleh tamu. Tapi, bukan berarti kamu sudah sesempurna itu. FO bukanlah department yang buru-buru. Pintar dan cerdas itu beda tipis. Tapi sangat terasa.”

Aku tidak mengindahkan perkataan FOM ku. Dalam hatiku, bilang aja syok karna tidak ada karyawanmu di sini yang seberani aku. Aku tetap berada pada hal-hal yang kulakukan.  Mungkin ada kesalahan. Tapi lagi-lagi kesalahan itu adalah kesalahan-kesalahan yang bisa diatasi tanpa harus melibatkan SPV apalagi FOM. Kalau kalian bertanya, apa? Ya, aku kasih satu contoh saja. Karna aku pegang reservasi juga, jadi kesalahan yang paling sering terjadi ya di reservasi. Contohnya, salah input harga, di system dan di OTA harga berbeda. Tapi, karna aku bagian dari reservation agent, jadi harus dicek dihari yang sama ketika CI. Apakah sudah sama semua data dari OTA di system? Aku melakukannya dengan triple check. Kalau ada yang salah, ya diganti. Itulah yang kumaksud dengan kesalahan yang tidak harus diketahui oleh SPV apalagi FOM.

Hingga pada akhirnya kontrakku yang ketiga tiba. Bertanya lagi kepada FOM ku, “Di mana kurangku?” Tentu saja jawabannya sama. Padahal, FOM ku sudah berganti saat itu. Bodohku adalah kenapa aku tidak ikut triple check terhadap masalah yang ada pada diriku sendiri. Kenapa aku tidak bertanya pada diri sendiri, “kok FOM ku udah ganti, tapi kalimatnya masih (hampir) sama? Ada apa sebenarnya denganku?”

Bodohku yang lain adalah dibandingkan aku triple check terhadap masalah yang ada di dalam diriku sendiri. Aku malah bertanya, “ada kemungkinan, ga, untuk jadi staff? Atau ada kemungkinan, ga, buatku untuk pindah ke FDA?” Meskipun jawabannya, “ada” tapi beliau melanjutkan, “Tapi hati-hati dengan ketidakpuasanmu.” Persetan dengan itu. Aku tetap berada pada kata ‘berani’-ku. Aku semakin mendalami FDA. Tidak selalu berjalan mulus. Tapi masih bisa diatasi secara mandiri. Hingga pada akhirnya, di kontrakku yang ketiga.

Di bulan kontrakku yang ketiga, aku melakukan kesalahan yang tidak bisa dimaafkan.

Minggu pertama, ada satu hari aku melakukan double check in. Hotelier sudah tau maksudku apa, jadi aku tidak harus menjelaskannya lagi. Hanya saja, itu saja sudah fatal, tapi ini jauh lebih bahaya lagi karna di CI pertama yang masuk adalah perempuan dan di CI yang kedua yang masuk adalah laki-laki. Bahaya, bukan? Sangat bahaya. Dapat warning letter? Pasti.

Minggu kedua, aku double sell. Aku menjual kamar dengan tipe Ambassador suite yang mana ini adalah satu tipe dibawah Presidential Suite. Sementara tipe tersebut sudah terjual oleh team ku yang lain ke sales marketing untuk keluarga di pernikahan anak owner. Aku menjualnya juga ke sales marketing untuk tamu group. “Oh yaudah, yang punya keluarga owner tadi upgrade saja ke PS due to over book,” mungkin itu yang kalian pikirkan. Dan harusnya itu juga yang kupikirkan. Tapi sayang, PS sudah booked untuk pengantin alias anak owner. Memang masih ada waktu kurang dari satu minggu sampai waktu reservasi tiba. Karna bagian reservasi selalu cek forecast kamar hotel setiap saat. Tapi tetap saja kesalahan itu minim jalan keluar untuk diatasi sendiri tanpa adanya adknowledge maupun asper superior. Karna bahkan satu tipe dibawah ambassador suite juga, yaitu executive suite, sudah juga terjual ke keluarga pengantin alias keluarga owner juga.

Jadi gini, jika seandainya kesalahan ini sudah fatal ditemukan pada tamu yang menginap di hotel. Maka, kesalahan ini adalah ‘sangat sekarat’ jika ditemukan pada tamu yang adalah owner itu sendiri. Sekaligus, dengan kesadaran 100%, aku tau akan apa yang terjadi selanjutnya. Dengan kesadaran 100% juga, aku mengaku aku salah dan tak terbantahkan lagi. Semua pembicaraan ketika aku tanda tangan kontrak kedua dan ketiga tiba-tiba muncul kembali diingatanku. Dan untuk pertama kalinya, aku tidak bisa bantah. Satu kalimat yang kuucap dalam hati saat itu, “terkutuklah kepercayaan diriku yang berlebihan.”

Bulan ketiga kontrakku di minggu kedua, tidak lama dari hari itu, FOM ku berkata, “Termikasih karna sudah menjadikan hotel ini menjadi tempat belajarmu. Bla bla bla bla … Management memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrakmu.” Dan aku sama sekali tidak bisa protes. Benar-benar sama sekali tidak bisa. Aku mengaku salah. Dan aku mengaku kalah.

Aku kembali mengantar lamaran ke beberapa hotel untuk posisi FO. Sampai dua bulan kemudian tidak ada panggilan. Aku mencoba melamar ke hotel sebagai FBS. Ada panggilan. Lebih tepatnya dua panggilan. Satu di hotel dengan bintang lebih tinggi dari yang sebelumnya, juga dengan rating yang lebih tinggi. Penilaian itu berdasarkan, hotel sebelumnya adalah hotel independen bintang 5 internasional di kotaku setelah rebranding. Sementara hotel ini adalah hotel bintang 5 group internasional di kotaku. Tadinya aku percaya diri karna setidak-tidaknya naik rating. Saat interview dari FBM lanjut ke DOO hingga lanjut ke GM, aku lulus. Waktu panggilan terakhir pada saat pelengkapan data, baru tau oleh HR bahwa aku di-casual-kan.

Katanya sih, “Kamu harusnya kontrak satu tahun. Tapi karna pihak dari pembuat kontrak kamu sedang berduka. Kamu casual dulu selama seminggu. Nanti kalau dia sudah pulang dan kembali bekerja, kamu akan dihubungi kembali.” Dalam hati, “yaudahlah.”

Minggu kedua pun tiba, aku datang ke HR lagi dan bertanya. Oleh orang yang sama menjawab, “Beliau masih belum datang bekerja karna masih berduka. Casual kamu diperpanjang seminggu ini dulu, ya.” Dalam hatiku lagi, “okelah”.

Minggu ketiga aku datang lagi, team HR yang kutanyai dulu ternyata sudah resign. HR lain yang masih bekerja kutanyai lagi perihal statusku. Jawabnya, “kamu kontrak 3 bulan dulu, ya.” Tau dong gimana perasaanku. Tau dong apa yang kupikirkan dengan segala ego yang masih tersisa. Tapi, karna aku butuh uang. Aku jawab, “boleh.” Dalam hati, “nanti bisalah aku belajar dan caritau gimana caranya biar bisa jadi associate.”

Aku, si pemberani ini, kembali ke sejuta keingintauanku. Hanya saja kali ini, aku memang berpengalaman dalam mengoperasikan restoran. Jadi tidak terlalu sulit. Gegabah? Mungkin, masih. Dikit.

Bulan kedua setelah aku bekerja aku bertanya kepada FBAM, “apakah ada kemungkinan untuk menjadi associate?” Jawabnya, “kecil kemungkinan, perihal outlet costing.”

OOOh aku hampir lupa. Upahku di sini lebih kecil daripada upahku di hotel sebelumnya. Tapi jam kerjaku di sini jauh lebih banyak dari pada sebelumnya. Di hotel sebelumnya, di kontrak 8 jam kerja perhari, actualnya delapan sampai delapan setengah jam kerja. Anggap saja loyalitas. Di hotel ku yang ini, di kontrak 9 jam kerja, actual nya 11-12 jam kerja. Eh, kadang sampai 13 jam kerja. Pada waktu tertentu, tapi termasuk sering, bisa sampai 14-15 jam kerja. Bayar lembur? Gak. Bayar jadi setengah hari? Tidak. Dianggap loyalitas? Ya. Ikut kebagian uang service? Tidak. Tau dong di otakku ada pemikiran apa? “Neraka”

Padahal ada yang belum kuceritakan dengan panggilan keduaku saat melamar kerja. Aku kan sudah bilang, ada dua hotel yang panggil aku. Dan dua duanya kuikuti untuk interviewnya. Hotel kedua, hotel bintang 3 asian group internasional di kota ku. Aku dipanggil sebagai captain floor chinesse restaurant. Setelah mengikuti sampai tahap interview ke GM. Pada akhirnya aku menolak pekerjaan tersebut karna lebih memilih hotelku yang ini. Dan memang, hotel ini yang memanggilku terlebih dahulu untuk kelengkapan berkas. Berselang dua hari barulah ada panggilan dari hotel bintang 3 asian group internasional ini. 

Sejujurnya, semasa kerja di hotel bintang 5 group internasional ini aku berpikir kenapa aku ga berhenti aja kemarin, ya, dan mengambil kesempatan sebagai captain floor. Kenapa kemarin aku berpikir, jika aku bekerja di sini, maka akan mudah mengambil langkah selanjutnya. Kenapa tidak? Semua Negara tau hotel ini.

Kita kembali ke hotel bintang 5 group internasional tadi. Kalian pasti tau, dibulan keduaku, aku sudah mulai mengutuki pekerjaanku. Tau dong alasannya. Intinya, aku sudah tidak seniat dulu sewaktu masih di restoran. Disamping itu, memang ada keinginan yang besar untuk kembali ke FO. Bahkan sampai tulisan ini adapun aku masih tetap berharap ada kesempatan untuk kembali ke FO. Aku benar-benar memiliki keinginan yang sangat luar biasa untuk kembali ke FO, sampai aku mencari tau kesempatan-kesempatan yang ada untuk masuk FO di hotel ini. Tapi memang tidak ada sampai aku resign.

Bulan ketiga aku bekerja, aku bertanya, “apa kemungkinan yang bisa kuraih untuk menjadi associate?” Jawabnya, “jika ada associate yang resign.” Tidak berselang lama ada seorang senior yang resign. Sehingga aku mengajukan diri untuk menjadi associate. Aku mengajukan diri kepada assisten menejer outlet. Katanya, “upload saja CV mu ke link hotel.” Sudah ku upload. Seminggu kemudian, ada associate baru yang masuk. Dan aku bertanya-tanya, kok ga aku ya?

Lantas aku bertanya ke assisten menejer outlet ku, “dimana letak kurangku?” dengan bahasa yang sopan dan basa basi yang pantas. Jawabnya, “kamu kurang nurut. Saya ga butuh orang yang pintar tapi tidak nurut.” Meskipun aku bingung dengan kalimat itu, tapi aku ga nanya balik.

Seminggu kemudian, ada seniorku yang resign lagi. Kali ini 2 orang. Aku bertanya ke assisten menejer restoran, which is atasannya asst menejer outlet ku, “apakah aku boleh mengajukan diri untuk jadi associate, pak?” Jawabnya, “Boleh, upload saja CV mu di link hotel ini.” Dan ku upload. Seminggu kemudiannya lagi, ada dua orang associate baru yang masuk. Aku bertanya lagi di dalam hati, “kok ga aku?” Dengan berbagai basa basi yang bisa kulontarkan, sekalian aku bertanya ke assisten menejer restoran ku, “pak, dimana letak kurangku.” Jawabnya, “Kamu kurang aktif. Cobalah berbasa basi sama tamu. Dan cepat tanggap terhadap solusi dari komentar tamu sebelum jadi komplen.” Trus aku bingung dong.

Begini, ada banyak tamu yang komen tentang, katakan saja, makanannya, yang tidak bisa dihandle oleh team ku yang lain. Dan harus mencari kapten untuk solusinya. Terkadang, saat aku menyadari masalah itu, aku akan datang menghampiri tamu dan memberi alternative atau solusi lain. Kenapa aku bisa seberani itu? Karna aku pernah jadi Guest Relation Service, kuharap kalian tidak lupa. GRS adalah tempat para tamu komen sampai komplen. Jadi hal yang wajar jika aku bisa menangani masalah itu. Tinggal bagaimana caraku untuk melaporkannya nanti kepada atasan. Melaporkan masalah dan solusinya.

Pernah kok ada yang ngamuk sambil bilang, hotel ini suka mempermalukan tamunya ya. Yang bahkan kaptennya hanya bilang, maaf, saja. Kemudian pergi. Kemudian pada saat aku di lokasi untuk gantian shift, aku bicara sama tamu nya, kami bisa tertawa sama. Bahkan, dia membeli cake dan ice cream, yang saat itu kami harus bisa jual dengan target tertentu. Aku tidak ingin mengatakan bahwa aku sangat expert terhadap guest relations. Tapi untuk komen bapak asisten menejer restoran yang mengatakan aku kurang aktif, kurang basa basi sama tamu, dan kurang cepat tanggap, kayaknya nggak deh. Bukti lainnya lagi, selama aku bekerja di hotel ini, aku tidak pernah mendengar team ku yang lain di-mantion oleh tamu di guest voice. Tapi namaku ada dua kali tuh. Jadi, maaf, pak. Jika bapak secara sengaja atau tidak sengaja membaca tulisan ini. Maaf, karna aku tidak setuju dengan kalimat bapak itu.

Bulan keempat aku bekerja di sini, aku bertanya kepada HRM, “Bu, kira-kira ada gak, ya, pendapat GM atau DOO tentang aku yang kurang?” Jawabnya, “Tidak”. Tapi kita ga tau, apakah aku pernah dilirik atau tidak. Jadi aku bertanya, “seandainya aku upload CV, apakah ada kemungkinan ga ya CV ku dibaca?” Jawabnya, “ada”.

Minggu berikutnya ada seniorku yang resign. 13 orang. Alasannya? Kocak. Dibahas? Intinya adalah harassment. Tapi kita gatau harassment apa yang dibuatnya? Demi apapun tidak ada kejelasan. Kocak, pokoknya. Jadi beberapa orang yang merasa bekerja lurus, bertanya, apa yang pernah kulakukan sampai dituduh harassment dan kepada siapa aku melakukannya? Tapi tidak ada jawaban. Sudah tau di mana letak kocaknya? Udah dong. Kemudian pimpinan yang murka terhadap harassment tersebut berkata (NB: Meskipun benar, tapi aku tidak seberani itu mempertanggungjawabkannya. Makanya aku tidak pernah menyebutkan nama hotelnya dan nama orang-orang yang ada di hotel) kepada HRM, “Buat mereka keluar tanpa mendapatkan hal-hal yang harusnya mereka dapatkan.”

Tapi, sisi kemanusiaan HRM ku bergejolak ke arah positif. Dan beliau mengusahakan untuk memberikan semua hak-hak karyawannya yang harus didapatkan disaat resign. Dan pimpinan tersebut marah. “kau tidak berguna. Sekarang antar surat resignmu ke sini. Untuk apa kau dipekerjakan kalau ga bermanfaat,” kata pimpinan tersebut. Dijawab, “Baik, pak,” oleh HRM ku. Padahal kalau ga salah baru 4 bulan beliau bekerja di sini.

Trus, gimana dengan CV yang udah ku upload? Tidak tau. Harusnya sudah pasti ditolak. Karna tidak lama dari saat itu, aku juga kena masalah lagi. Aku mau bilang, alasannya kocak juga. Tapi aku ga berani. Aku antara benar dan salah sih. Intinya, aku membawa beberapa sachet gula. Pada saat di security mau pulang kerja, aku sadar kalau aku mengantongi gula tersebut. Jadi, aku bilang sama securitynya, “aku bawa gula, aku titip di sini atau harus dipulangkan?” dia bilang, harus kita lapor dulu ke SPV. Oke, jawabku.

Aku mendengar security nya bilang, “dia ga sengaja bawa gula, mau dia pulangkan.”  Tadinya aku ditanyain oleh SPVnya dan kujawab hal yang serupa di awal. Tapi SPVnya ngelapor, “dia kedapatan bawa beberapa saset gula oleh Abc (nama security)”. Dan aku tau itu besoknya, bukan malam itu. Aku tau, saat aku dipanggil ke HRD untuk pemberhentian kontrak dengan alasan pencurian. Trus aku nanya, “emang ada pencurian yang barangnya dikeluarkan sendiri, dibilang titip atau balikin sendiri?” Jawaban mereka kocak, “Peraturan hotel ini mengatakan, barang hotel yang sudah sampai di security oleh karyawan akan disebut pencurian sengaja maupun tidak.” Aku ingat dengan jelas siapa yang mengatakan itu. Team HRD yang baru dua minggu bekerja di situ. Tapi karna melihat apa-apa kejadian kocak yang terjadi di hotel itu, jadi aku tidak terlalu ambil hati untuk keputusannya. Oh, ada satu hal lucu lainnya di hotel ini. Dilarang melihat GM maupun saat beliau sedang keliling, ataupun kalau lagi makan di VIP room. Dan pernah ada kasus juga, ada yang dikeluarin dari hotel dengan alasan: GM tidak suka cara kamu melihatnya. Sumpah, ini adalah hotel yang paling kocak. Eh? Aku kan baru jalanin 2 hotel aja.

Singkatnya aku kembali mencari pekerjaan lagi. Hanya saja, di CV ku, aku tidak mencantumkan bahwa aku pernah bekerja di hotel ini. Tidak munafik, aku juga takut lah dikatai pencuri. Meskipun dengan kesadaran 100% aku tau kalau itu tidak benar. Sudah melempar lamaran keberbagai hotel bintang 3-5 di kotaku. Tapi tidak ada panggilan juga, bahkan sudah hampir 2 bulan. Uangku juga sudah menipis. Air mata sudah mulai bercucuran. Rasa takut keluar rumah juga sudah menghampiri. Upahku di hotel ini sangat dikit, sangat jauh berbeda dengan upahku di hotel sebelumnya. Jadi untuk tabunganku tidak banyak. Aku tidak bisa sesantai dulu. Aku ketakutan menghadapi kenyataan bahwa aku tidak sekaya apa yang orang lain pikir. Aku tidak siap menghadapi bahwa ternyata aku terlalu miskin untuk menganggur lama-lama. Tapi egoku masih bersamaku. Aku melamar hotel dari bintang 3-5 group maupun independen sebagai FO. Tapi tidak ada yang lulus. Tidak ada panggilan.

Aku menangis pagi, siang, sore. Berharap ada panggilan dan penerimaan. Tapi sekarang udah dua bulan juga masih belum ada. Hingga 2 minggu lalu, sampai tulisan ini dibuat, aku kembali menurunkan ego ku. Aku melamar FBS lagi. Lebih tepatnya sebagai bartender. Di hotel bintang 4 group internasional. Satu grup dengan hotelku sebelumnya. Ada panggilan seminggu yang lalu, ternyata yang interview aku adalah assisten menejerku ketika di hotel sebelumnya. Di sini dia menjadi menejer restoran. Dia tanya aku, “apa kasusmu kemarin di sana?” aku jawab sesuai dengan yang diawal. Dia bilang, “gapapa, kasih tau aja kalau kamu pernah di hotel itu. Dibawah pimpinan saya. Hanya saja, untuk sama-sama saling melindungi satu sama lain, tolong kamu katakan bahwa kamu seorang trainee. Dan saya pasti akan bantu kamu semampu saya. Jika kamu nanti sudah masuk, aktiflah seperti kamu waktu masih di sana.” Saat mendengar beliau bicara seperti itu, kupikir aku akan langsung jadi associate jika diterima di sini. Sepertinya ada harapan.

Beberapa hari lalu, sebelum tulisan ini ditulis. Aku ada panggilan untuk MCU dan kelengkapan berkas. Tapi lagi-lagi sebagai DW. Mengetahui hal itu, tentu saja nangis. Tapi aku harus iyakan. Karna aku udah gak punya uang lagi untuk mempertahankan ego. Aku punya cicilan yang harus kubayar. Katakan cicilan ku bisa selesai dengan mereka menarik barang yang sedang kucicil itu. Tapi makanku? Kontrakanku? Aku udah ga punya uang lagi untuk tetap keukeuh terhadap egoku. Setidak sanggup itu.

Hari ini, hari aku menuliskan ini, aku benar-benar menunggu panggilan kelengkapan berkas dari hotel itu. Kuharap MCU ku lolos. Biar aku bisa kerja lagi. Aku udah benar-benar ga punya uang lagi. Jangan tanya dimana keluargaku. Mereka bahkan tidak tau kalau aku sudah menganggur 2 bulan. Aku bahkan tidak berani berkata aku tidak punya uang. Aku sudah terlalu tua untuk meminta. Aku sudah terlalu tua untuk menjadi beban mereka. Mereka sudah punya keluarga lain yang harus dihidupi juga.

Hari ini, sebelum aku memutuskan untuk menulis ini. Aku membuka youtube, yang kebetulan Randy Pangalila sedang cerita bahwa ada di kolom komentarnya yang bilang, “enak ya, jadi randy. Bla bla bla”

Randy Pangalila bilang, “kalian gatau pergumulanku. Kalian ga tau seberapa jatuhnya aku. Kalian gatau berapa depkolektor yang datang ke rumah. Kalian ga tau, masa ketika aku feel alone. Kalian tau enaknya aja. Kalian gak tau, gimana aku menyerah dan datang kepada Tuhan. Kalian ga tau, gimana aku pasrah sama keadaanku dan meminta tolong Tuhan untuk bantu aku.

Trus aku nangis karna berkaca pada diri sendiri. Tuhan, aku cuman gamau jadi orang lemah. Aku gamau jadi orang kecil. Aku gamau dibawah terus. Aku cuman pengen kayak orang-orang, ga harus jadi orang besar. Tapi aku pengen bisa hidup layak tanpa terlalu menyusahkan orang lain.

Kapan lagi ada masa dimana aku bisa kayak dulu lagi?  Menjadi salah satu team leader. Aku takut terlalu tua sebelum sampai ke masa itu. Aku takut terlalu tua sehingga mereka tidak mau membiarkan aku untuk menikmati masa kayak dulu.

Apa aku salah mengambil hotel sebagai passionku? Apa aku salah karna pernah ngerasain jadi FO? Apa seharusnya aku tetap diresto aja? Aku gatau, Tuhan. Atau apa ibadahku kurang?

Maaf, karna aku terlalu berambisi. Maaf, karna bahkan belum mulai kerja di hotel baru ini aja, aku udah berpikir cara untuk kembali ke FO atau menjadi team leader FB. Maaf, karna aku berusaha menolak untuk kembali ketitik awal lagi.

Tuhan, kalau aku nanti udah kerja lagi. Tolong bantu aku, supaya aku bisa tau dengan benar pada saat kapan aku bisa mengajukan diri untuk naik atau pada saat kapan aku bisa pindah lagi ke FO. Jika seandainya aku laki-laki, aku tidak akan setakut ini untuk kemampuan yang kupunya. Tapi aku perempuan. Perusahaan-perusahaan impianku menginginkan wanita muda dan cantik. Aku sudah terlalu tua untuk bilang aku masih muda. Aku juga tidak secantik itu untuk bisa bersaing dengan wanita-wanita muda yang akan bersaing. Aku terlalu takut. Aku terlalu takut sampai aku terlihat terlalu berambisi. Maaf karna aku menganggap ini tidak adil. Tapi tolong jangan menghukumku lama-lama. Tolong jangan menghukumku terlalu lama. Aku mohon.

Pertama-tama, aku janji akan mengurangi sifat lalai dan anggap remeh. Tapi, bantu aku untuk kerja dulu. Aku udah ga punya uang lagi. Ada cicilan yang harus kubayar setahun kedepan. Aku juga harus urus surat pindah biar bisa bayar pajak motor. Aku butuh uang untuk merayakan ulang tahunku. Udah terlalu sering aku cerita samaMu tentang perayaan ulang tahunku. Ga banyak hal baik yang kulakukan, Tuhan. Aku tau. Aku salah. Terlalu banyak kesombongan yang udah tertanam di diriku, Tuhan. Aku tau. Aku salah. Aku mengaku salah untuk semuanya. Termasuk tutur kata maupun obsesi kerja. Aku salah. Aku salah. Aku salah.

 

240624.0530

Ceria (I wish)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sisi Lain Hidup

Damailah se-Damai Namamu

SURAT PENGUNDURAN DIRI-CERIA